Selasa, 27 Maret 2012

Kewirausahaan dan Literasi

Tidak ada komentar:
Koran Tempo, MINGGU, 18 MARET 2012
Agus M. Irkham
Kepala Departemen Penelitian dan Pengembangan Pengurus Pusat Forum Taman Bacaan Masyarakat

"Jangan bergabung ke barisan yang berpikir negatif dan pesimistis tetapi malas dan tidak mau bekerja apa pun," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam peringatan Satu Tahun Gerakan Kewirausahaan Nasional, di gedung Smesco UKM, Jakarta, Kamis (8 Maret).

Presiden mengajak kaum muda, baik yang tidak, sudah, akan, atau belum menjadi wirausaha, untuk mengikuti barisan yang optimistis, berjiwa terang, berpikiran positif, dan mau bekerja keras.

Ajakan Presiden SBY mendapatkan dasarnya jika dipertalikan dengan beberan angka jumlah wirausaha yang masih di bawah 2 persen serta pengangguran terdidik yang secara absolut selama 2005-2010 meningkat hingga 600 persen. Hingga muncul seloroh satiris: "Naiklah ke lantai tertinggi gedung bertingkat, buka salah satu jendelanya, dan meludahlah. Maka, dapat dipastikan ludah itu akan jatuh mengenai orang-orang di bawah gedung. Dan minimal satu dari orang yang terkena ludah itu adalah sarjana, pengangguran pula!" 


Sejarah Peradaban Buku

Tidak ada komentar:
Mohammad Takdir Ilahi, PENCINTA BUKU; PERISET THE MUKTI ALI INSTITUTE YOGYAKARTA
SUMBER : KOMPAS, 17 Maret 2012

Sampai saat ini peran buku masih belum tergantikan, terutama dalam kapasitasnya sebagai sumber pustaka, sumber pengetahuan, dan sumber informasi meskipun banyak jejaring media sosial yang lebih praktis, seperti internet.

Sampai kapan pun, buku akan tetap jadi primadona ilmu pengetahuan yang paling esensial bagi kemajuan peradaban manusia. Sebuah buku mampu menghadirkan serpihan-serpihan sejarah yang tercecer menjadi terang benderang; serpihan ilmu yang terserak menjadi serangkaian data dan peristiwa yang berguna dalam memberdayakan kehidupan manusia.

Maka, sejarah peradaban manusia sangat bergantung pada catatan masa silam yang sempat dibukukan dan menjadi sumber informasi paling menentukan bagi masa depan kemanusiaan.

Petualangan Intelektual

Sebuah buku lahir dari perkembangan kebutuhan akan pentingnya komunikasi, informasi, dan kemampuan daya pikir manusia, serta kelemahan daya tampung pikiran manusia yang sangat terbatas. Kebutuhan akan lahirnya buku bukan berarti mengesampingkan media dan sumber pengetahuan lain, melainkan karena memang tuntutan zaman: diperlukan sebuah media ideal yang mampu menampung segala bentuk ilmu pengetahuan yang belum tertulis dan dipublikasikan dalam satu kesatuan yang utuh.

Rabu, 25 Januari 2012

Membaca atau Mati!

Tidak ada komentar:

Oleh: Agus M Irkham 
Kepala Departemen Penelitian dan Pengembangan Pengurus Pusat Forum Taman Bacaan Masyarakat
Sumber: Koran Kompas 14 Januari 2012

Judul di atas disulih-alih dari ungkapan yang terdengar pada zaman perjuangan kemerdekaan RI. Merdeka atau mati! Lebih baik mati (eksistensial) daripada hidup terjajah (mati substansial). Begitu kira-kira makna pekik perjuangan itu. Dalam deskripsi yang berbeda: keterkungkungan pikiran, daya, gerak, dan jiwa pada akhirnya akan membawa kematian wadak. Mati dalam arti paling mendasar.

Kini tentu saja penjajahan dalam arti kolonialisme purba sudah tidak ada lagi di Indonesia. Tapi penjajahan dalam arti substansial naga-naganya masih berlangsung. Ironisnya, penjajahan itu diproduksi oleh si terjajah itu sendiri. Sadar atau tidak. Bentuk penjajahan diri (self colonization) itu berupa keengganan membaca, terutama buku.

Padahal keengganan membaca akan menyebabkan kematian. Tentu bukan kematian formal-fisik. Tapi kematian ideal-substansial. Berwujud kejumudan pikiran, sempitnya gerak-peran sosial, dan keterasingan jiwa serta rendahnya kesadaran diri untuk selalu merasa terpanggil mengurusi masalah kehidupan.

Manusia jenis demikian, meminjam ungkapan almarhum Muhammad Zuhri (2007), meskipun masih dapat melangsungkan hidup secara fisik, sebagai manusia sebenarnya mereka telah mati. Sebab, ruang yang dijelajahinya tinggal ruang bersifat fisik. Adapun ruang gerak dan bertumbuhnya umat manusia adalah tanggung jawab.

Menyambut Era Digital

Tidak ada komentar:
Oleh: Husein Ja'far al_Hadar
Peminat Studi Agama dan Filsafat
Sumber: Koran Tempo 15 Januari 2012


Sosok Steve Jobs yang begitu tenar dan fenomenal setahun terakhir ini secara tak langsung berperan besar dalam menyadarkan kita telah bergulirnya apa yang diprediksi Martin Heidegger (1950) sebagai gelombang revolusi teknologi. Deretan kabar mengejutkan dan kontroversial tentang salah seorang sosok paling penting di dunia digital itu, sejak kabar tentang sakitnya, yang disusul keputusan kontroversialnya untuk mengundurkan diri sebagai CEO Apple Inc, hingga tak lama setelah itu kabar kematiannya, merupakan rentetan kabar mengejutkan yang membuat kita "dipaksa" menyisakan perhatian untuk menyadari bahwa dunia kita berdiri saat ini sedang bergerak menuju era baru yang disebut era digital, dengan Steve Jobs sebagai salah satu tokoh pentingnya. Gelombang revolusi teknologi itu kini terlihat dalam proses digitalisasi yang terjadi hampir di seluruh sendi kehidupan kita. Bahkan, saat ini di Jakarta, untuk memesan ojek sekalipun kita bisa melakukannya via perangkat digital. Dan pergerakannya sangat cepat. Hanya dibutuhkan waktu sekitar tiga dekade. Berbeda jauh, misalnya, dengan gelombang revolusi mesin uap ke pesawat terbang yang membutuhkan waktu dua setengah abad. 

Media informasi menjadi ranah pertama yang terambah oleh gelombang revolusi teknologi itu. Media-media besar di negeri ini kian berlomba-lomba membangun--atau bermetamorfosis menjadi--portal berita dan informasi berbasis digital yang populer. Mereka berdiri di garis terdepan sebagai lokomotif dalam mengawal gelombang revolusi teknologi ini. Dunia penerbitan buku pun seperti itu. Mereka saat ini disibukkan oleh upaya mengonsep, mematangkan, dan membangun strategi untuk mengkonversi buku-bukunya dalam format digital: e-book, enhanced book, interactive book, dan lain-lain. Maka, yang terjadi saat ini dan beberapa waktu mendatang, segala kebutuhan atau sesuatu yang kita ingin atau kita ketahui bisa didapat hanya dengan menggerakkan jari-jari kita di atas tablet atau telepon seluler. Media informasi memang selalu menjadi gerbang yang mengantarkan sebuah zaman dari suatu era menuju era lainnya. Sebab, media informasi merupakan salah satu alat provokasi paling ampuh guna membentuk atau mengubah pola pikir seseorang atau bahkan publik secara kolektif.  

Senin, 02 Januari 2012

Belajar Membaca pada Usia Dini

Tidak ada komentar:
Bisa membaca di usia dini mungkin bukanlah segalanya. Ada hal yang lebih penting dari kemampuan membaca, yang justru agak sering terlewatkan, yaitu bagaimana membuat anak-anak senang dengan buku dan kegiatan membaca. Jika pembentukan kebiasaan membaca kurang dibangun, tak jarang, ada anak yang sudah bisa membaca tetapi tidak tertarik dengan buku.

Akan tetapi, tidaklah pula berlebihan jika orang tua mulai menyediakan media belajar membaca (apapun itu) pada saat anak-anak terlihat begitu antusias dengan buku dan kegiatan membaca, meskipun mereka masih berusia balita atau bahkan batita. Kontroversi tentang hal tersebut memang masih selalu hangat dibicarakan dan tak pernah ada habisnya dari waktu ke waktu. Beberapa pihak bahkan melarang orang tua atau guru untuk mengajarkan keterampilan membaca pada usia dini, dengan alasan takut anak-anak jadi terbebani, sehingga mereka menjadi benci dengan kata "belajar".

Namun sejauh pengalaman saya, selama prinsip belajar 'fun' yang dikembangkan, materi apapun yang diajarkan kepada anak usia dini selalu direspon dengan baik dan anak-anak suka untuk belajar. Mengajak anak-anak untuk belajar membaca menurut saya jauh lebih baik daripada membiarkan mereka menonton TV seharian. Tanpa kita sadari sesungguhnya anak-anak juga belajar sesuatu lewat TV, yang sayangnya lebih banyak berupa hal-hal negatif daripada hal-hal yang positif.

Minggu, 01 Januari 2012

Mengapa Membaca?

Tidak ada komentar:
Salah satu kegiatan yang paling saya senangi adalah membaca. Membaca memberikan wawasan dan pengetahuan yang berguna bagi hidup kita. Seperti fisik yang perlu diberi makanan, demikian juga dengan pikiran kita. Membaca merupakan salah satu makanan terbaik untuk pikiran.
 
Ada ungkapan, jika kita bertemu dengan seorang teman yang berpisah lama, biasanya perubahan yang terjadi terhadap orang tersebut disebabkan oleh 3 faktor. Pertama, pengalaman hidup yang dilaluinya; kedua, lingkungan sekitarnya; dan terakhir, buku-buku yang dibacanya.
 
Melalui buku kita dapat menambah pengetahuan tentang suatu bidang ilmu. Melalui
buku kita bisa menjelajahi dunia, termasuk tempat-tempat yang belum pernah kita kunjungi. Melalui buku kita bahkan bisa ‘mengenal’ orang-orang ternama, walaupun kita mungkin belum pernah berjumpa sebelumnya, dan belajar dari pengalaman hidup mereka. Melalui buku kita juga bisa mengetahui banyak hal yang sebelumnya menjadi 'rahasia'. Dan melalui buku kita bisa lebih mengerti hidup ini.
 
Selain manfaat-manfaat di atas, pembicara ternama, Jim Rohn, bahkan mengatakan bahwa kita dapat menjadi pakar dalam suatu bidang jika kita hanya mau menginvestasikan waktu 1 jam setiap hari selama 5 tahun untuk mempelajari buku-buku mengenai bidang tersebut. Mari kita berhitung sejenak. Setahun 360 hari kerja dikali5 tahun sama dengan 1.800 jam. Siapa pun yang belajar suatu bidang ilmu selama 1.800 jam tentunya sudah pasti menguasainya secara mendalam.