Oleh: Agus M Irkham
Kepala Departemen Penelitian dan Pengembangan Pengurus Pusat Forum Taman Bacaan Masyarakat
Sumber: Koran Kompas 14 Januari 2012
Judul di atas disulih-alih dari ungkapan yang terdengar pada zaman perjuangan kemerdekaan RI. Merdeka atau mati! Lebih baik mati (eksistensial) daripada hidup terjajah (mati substansial). Begitu kira-kira makna pekik perjuangan itu. Dalam deskripsi yang berbeda: keterkungkungan pikiran, daya, gerak, dan jiwa pada akhirnya akan membawa kematian wadak. Mati dalam arti paling mendasar.
Kini tentu saja penjajahan dalam arti kolonialisme purba sudah tidak ada lagi di Indonesia. Tapi penjajahan dalam arti substansial naga-naganya masih berlangsung. Ironisnya, penjajahan itu diproduksi oleh si terjajah itu sendiri. Sadar atau tidak. Bentuk penjajahan diri (self colonization) itu berupa keengganan membaca, terutama buku.
Padahal keengganan membaca akan menyebabkan kematian. Tentu bukan kematian formal-fisik. Tapi kematian ideal-substansial. Berwujud kejumudan pikiran, sempitnya gerak-peran sosial, dan keterasingan jiwa serta rendahnya kesadaran diri untuk selalu merasa terpanggil mengurusi masalah kehidupan.
Manusia jenis demikian, meminjam ungkapan almarhum Muhammad Zuhri (2007), meskipun masih dapat melangsungkan hidup secara fisik, sebagai manusia sebenarnya mereka telah mati. Sebab, ruang yang dijelajahinya tinggal ruang bersifat fisik. Adapun ruang gerak dan bertumbuhnya umat manusia adalah tanggung jawab.
Kini tentu saja penjajahan dalam arti kolonialisme purba sudah tidak ada lagi di Indonesia. Tapi penjajahan dalam arti substansial naga-naganya masih berlangsung. Ironisnya, penjajahan itu diproduksi oleh si terjajah itu sendiri. Sadar atau tidak. Bentuk penjajahan diri (self colonization) itu berupa keengganan membaca, terutama buku.
Padahal keengganan membaca akan menyebabkan kematian. Tentu bukan kematian formal-fisik. Tapi kematian ideal-substansial. Berwujud kejumudan pikiran, sempitnya gerak-peran sosial, dan keterasingan jiwa serta rendahnya kesadaran diri untuk selalu merasa terpanggil mengurusi masalah kehidupan.
Manusia jenis demikian, meminjam ungkapan almarhum Muhammad Zuhri (2007), meskipun masih dapat melangsungkan hidup secara fisik, sebagai manusia sebenarnya mereka telah mati. Sebab, ruang yang dijelajahinya tinggal ruang bersifat fisik. Adapun ruang gerak dan bertumbuhnya umat manusia adalah tanggung jawab.